1) Letak Indonesia
Letak Indonesia artinya
tempat beradanya wilayah Indonesia di permukaan bumi. Berdasarkan sifatnya,
letak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu letak absolut (Astronomis) dan letak relatif (Geografis).
a. Letak Astronomis
Letak astronomis dapat diartikan sebagai letak wilayah secara tepat berdasarkan
kedudukan garis lintang dan bujur. Secara astronomis, wilayah Indonesia berada
antara 6o LU - 11o LS dan 95o BT - 141o BT. Perhatikan letak astronomis wilayah
Indonesia berikut!
Letak astronomis disebut
juga letak absolut. Letak ini membawa pengaruh bagi kehidupan masyarakat
Indonesia. Berikut ini beberapa pengaruh tersebut.
1) Letak lintangnya menyebabkan Indonesia beriklim tropis.
2) Letak bujurnya membagi wilayah Indonesia ke dalam tiga daerah waktu berikut
ini.
- Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan patokan garis bujur 105o BT dengan selisih waktu 7 jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Sumatra, Jawa, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.
- Waktu Indonesia Tengah (WITA) dengan patokan garis bujur 120o BT dan selisih waktu 8 jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Bali, NTT, NTB, Sulawesi, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
- Waktu Indonesia Timur (WIT), dengan patokan garis bujur 135o BT dan selisih waktu 9 jam lebih awal dari GMT. Daerah waktunya meliputi Kepulauan Maluku, Papua, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
b . Letak Geografis
Letak geografis diartikan sebagai letak suatu wilayah kaitannya dengan wilayah
lain di muka bumi. Secara geografis, Indonesia terletak di antara Benua Asia
dan Benua Australia, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Letak geografis Indonesia
menempatkan Indonesia di posisi silang, sehingga Indonesia berada pada jalur
transportasi perdagangan yang ramai. Bahkan sejak zaman dahulu, perairan
Nusantara merupakan perairan yang ramai dilalui kapal-kapal dagang dari India,
Eropa, dan Cina. Dampak dari posisi silang ini menyebabkan Indonesia kaya akan
keragaman budaya dan suku bangsa. Selain itu, letak di antara dua benua dan dua
samudra memengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Benua dan samudra yang memiliki
karakteristik iklim yang berlainan, secara periodik memengaruhi keadaan cuaca
dan iklim di Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa.
Perpaduan antara letak astronomis dengan letak geografis Indonesia
tersebut menimbulkan kondisi berikut ini.
1) Matahari bersinar terus menerus sepanjang tahun.
2) Penguapan tinggi, sehingga kelembapan juga tinggi.
3) Memiliki curah hujan yang relatif tinggi.
4) Memiliki wilayah hutan hujan tropis yang cukup lebat.
5) Memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau sebagai akibat
pergerakan angin muson.
2) Relief Dataran Indonesia
Relief adalah bentuk kekasaran permukaan bumi, baik berupa tonjolan,
dataran, atau cekungan. Permukaan daratan Indonesia sangat bervariasi, hal ini
dikarenakan Indonesia memiliki sejarah dan formasi geologi yang unik. Indonesia
menempati dua lapisan Lempeng benua yang berbeda, yaitu Lempeng Benua Asia di
kawasan Barat dan lempeng Benua Australia di kawasan Timur.
Selain itu,
Indonesia berada pada jalur pertemuan lempeng dunia, sehingga banyak
menghasilkan rangkaian gunung api. Secara garis besar, relief daratan Indonesia
dapat dibedakan atas daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi atau
daerah pegunungan. Indonesia banyak memiliki gunung dan pegunungan, hal ini
dikarenakan Indonesia dilintasi oleh dua jalur pegunungan muda, yaitu Sirkum
Pasifik dan Sirkum Mediterania.
Sirkum Pasifik merupakan rangkaian pegunungan
di sekeliling Samudra Pasifik. Berawal dari Pegunungan Andes di Amerika
Selatan, Rocky Mountain di Amerika Utara, Alaska, Kepulauan Aleut, Kepulauan
Kuril, Kepulauan Jepang, Taiwan, Filipina, Pulau Irian, hingga Selandia Baru.
Adapun Sirkum Mediterania dimulai dari Afrika Utara dan Eropa Selatan, lewat
Asia Barat, Pegunungan Himalaya, Thailand Utara, Myanmar, Kepulauan Andaman,
dan Indonesia. Di Indonesia, jalur tersebut terpecah menjadi dua, yang dikenal
dengan sebutan jalur busur dalam dan jalur busur luar. Jalur busur luar berada
di perairan sebelah Barat Sumatra, sebelah Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara,
dan berakhir di Kepulauan Tanimbar. Adapun jalur busur dalam berada di Pulau
Sumatra, membentuk rangkaian Bukit Barisan di bagian Barat Sumatra, rangkaian
pegunungan Selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Kepulauan Banda.
Indonesia
tercatat memiliki 128 gunung api, 90 di antaranya masih aktif dan selalu
menunjukkan aktivitas vulkanismenya. Selain itu, terdapat tidak kurang dari 400
gunung api yang telah mati. Sebuah gunung dianggap telah mati jika sejak tahun
1600 tidak lagi menunjukkan adanya gejala vulkanisme. Banyaknya gunung api ini
memengaruhi jenis dan kesuburan tanah, karena proses vulkanisme dapat
menghasilkan tanah baru dan debu hasil letusannya mampu menyuburkan tanah.
Hal
inilah yang menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia merupakan lahan yang
subur. Selain itu, banyaknya gunung api juga berpengaruh terhadap kondisi
cuaca, khususnya curah hujan sebagai akibat dari proses orografis, serta
ketersediaan air tawar karena banyak terdapat mata air di lereng-lerengnya yang
menimbulkan aliran sungai.
3) Persebaran Jenis Tanah
Tanah terbentuk dari
batuan induk atau batuan dasar yang mengalami pelapukan sehingga pecah menjadi
bagian yang kecil-kecil. Berdasarkan prosesnya, pelapukan batuan induk menjadi
tanah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pelapukan fisik, pelapukan biologi,
dan pelapukan kimia.
Pelapukan fisik terjadi karena aktivitas tenaga-tenaga
eksogen, seperti perbedaan suhu udara, terpaan angin, tenaga arus air atau
gelombang serta gletser yang terjal secara terus menerus pada batuan. Pelapukan
biologi terjadi karena adanya aktivitas makhluk hidup, baik hewan atau
tumbuhan, di dalam tanah yang menyebabkan lapuk dan pecahnya lapisan batuan
menjadi massa batuan yang lebih kecil hingga menjadi tanah. Adapun pelapukan
kimia terjadi karena adanya proses kimia yang terjadi dan mengubah susunan
kimia batuan sehingga batuan lebih mudah lapuk dan pecah menjadi massa batuan
yang lebih kecil hingga menjadi tanah.
Ketiga proses tersebut tentu saja
memerlukan waktu dan intensitas yang terus menerus sehingga pembentukan tanah
merupakan suatu proses yang sangat lama.
Tanah yang ideal untuk
pertanian adalah tanah yang mengandung unsur bahan mineral (45%), air (20-30%),
udara (20-30%) dan bahan organik (5%). Akan tetapi, kondisi tersebut biasanya
sulit ditemui secara ideal di lapangan karena adanya perbedaan jenis tanah.
Berdasarkan proses pembentukannya, maka tanah dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis menurut sifat-sifatnya. Jenis-jenis tanah di Indonesia, antara lain,
dapat dibedakan seperti berikut ini.
a. Tanah Vertikal
1) Lapisan tanah atas
Lapisan tanah atas disebut juga topsoil, merupakan bentuk lapisan tanah yang paling subur, berwarna cokelat kehitam-hitaman, gembur, dan memiliki ketebalan hingga 30 cm. Pada lapisan tanah inilah berkembang aktivitas organisme tanah. Warna cokelat kehitaman dan kesuburan tanah pada lapisan ini disebabkan pengaruh humus (bunga tanah), yaitu campuran sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati dan membusuk di dalam lapisan atas.
Lapisan tanah atas disebut juga topsoil, merupakan bentuk lapisan tanah yang paling subur, berwarna cokelat kehitam-hitaman, gembur, dan memiliki ketebalan hingga 30 cm. Pada lapisan tanah inilah berkembang aktivitas organisme tanah. Warna cokelat kehitaman dan kesuburan tanah pada lapisan ini disebabkan pengaruh humus (bunga tanah), yaitu campuran sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati dan membusuk di dalam lapisan atas.
2) Lapisan tanah bawah
Lapisan tanah bawah disebut juga subsoil, merupakan lapisan tanah yang berada tepat di bawah lapisan topsoil. Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki kandungan zat makanan yang sangat sedikit, berwarna kemerahan atau lebih terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki ketebalan antara 50 - 60 cm. Pada lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai berkurang, demikian juga dengan sistem perakaran tanaman. Hanya tanaman keras yang berakar tunggang saja yang mampu mencapainya.
Lapisan tanah bawah disebut juga subsoil, merupakan lapisan tanah yang berada tepat di bawah lapisan topsoil. Lapisan ini memiliki sifat kurang subur karena memiliki kandungan zat makanan yang sangat sedikit, berwarna kemerahan atau lebih terang, strukturnya lebih padat, dan memiliki ketebalan antara 50 - 60 cm. Pada lapisan ini, aktivitas organisme dalam tanah mulai berkurang, demikian juga dengan sistem perakaran tanaman. Hanya tanaman keras yang berakar tunggang saja yang mampu mencapainya.
3) Lapisan bahan induk tanah
Lapisan bahan induk tanah disebut juga regolith, merupakan asal atau induk dari lapisan tanah bawah. Pada profil tanah, lapisan ini berwarna kelabu keputih-putihan, bersifat kurang subur karena tidak banyak mengandung zat-zat makanan, strukturnya sangat keras, dan sulit ditembus sistem perakaran. Di lereng-lerang pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini seringkali tersingkap dengan jelas.
Akan tetapi karena sifat-sifat tersebut, maka lapisan tanah ini sulit dibudidayakan dan hanya akan menghasilkan tanaman yang kerdil dan tidak berkembang.
Lapisan bahan induk tanah disebut juga regolith, merupakan asal atau induk dari lapisan tanah bawah. Pada profil tanah, lapisan ini berwarna kelabu keputih-putihan, bersifat kurang subur karena tidak banyak mengandung zat-zat makanan, strukturnya sangat keras, dan sulit ditembus sistem perakaran. Di lereng-lerang pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini seringkali tersingkap dengan jelas.
Akan tetapi karena sifat-sifat tersebut, maka lapisan tanah ini sulit dibudidayakan dan hanya akan menghasilkan tanaman yang kerdil dan tidak berkembang.
4) Lapisan batuan induk
Lapisan batuan induk disebut juga bedrock, merupakan bentuk batuan pejal yang belum mengalami proses pemecahan. Lapisan ini terletak di lapisan paling bawah, sehingga jarang dijumpai manusia. Akan tetapi di pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini terkadang tersingkap dan berada di lapisan atas. Bila hal ini terjadi, maka lahan tersebut merupakan lahan yang tandus dan tidak dapat ditanami karena masih merupakan lapisan batuan.
Lapisan batuan induk disebut juga bedrock, merupakan bentuk batuan pejal yang belum mengalami proses pemecahan. Lapisan ini terletak di lapisan paling bawah, sehingga jarang dijumpai manusia. Akan tetapi di pegunungan lipatan atau patahan, lapisan ini terkadang tersingkap dan berada di lapisan atas. Bila hal ini terjadi, maka lahan tersebut merupakan lahan yang tandus dan tidak dapat ditanami karena masih merupakan lapisan batuan.
b. Tanah Horizontal
1) Tanah gambut
(organosol)
Tanah gambut berwarna hitam, memiliki kandungan air dan bahan organik yang
tinggi, memiliki pH atau tingkat keasaman yang tinggi, miskin unsur hara,
drainase jelek, dan pada umumnya kurang begitu subur. Di Indonesia, persebaran
tanah gambut paling banyak terdapat di Kalimantan Selatan, disusul Sumatra
Selatan, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Jambi, Kalimantan Timur,
dan Papua bagian Selatan. Karena sifatnya yang kurang subur, maka pemanfaatan
jenis tanah ini terbatas untuk pertanian perkebunan seperti karet, kelapa dan
palawija.
2) Tanah latosol
Tanah latosol berwarna
merah kecokelatan, memiliki profil tanah yang dalam, mudah menyerap air,
memiliki pH 6 – 7 (netral) hingga asam, memiliki zat fosfat yang mudah
bersenyawa dengan unsur besi dan aluminium, kadar humusnya mudah menurun.
Tersebar di kawasan Bukit Barisan (Sumatra), Jawa, Kalimantan Timur dan
Selatan, Bali, Papua, dan Sulawesi. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan
bentuk pelapukan dari batuan vulkanis.
3) Tanah regosol
Tanah regosol merupakan hasil erupsi gunung berapi, bersifat subur, berbutir
kasar, berwarna keabuan, kaya unsur hara, pH 6 - 7, cenderung gembur, kemampuan
menyerap air tinggi, dan mudah tererosi. Persebaran jenis tanah ini di
Indonesia terdapat di setiap pulau yang memiliki gunung api, baik yang masih
aktif ataupun yang sudah mati. Banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian.
4) Tanah aluvial
Tanah aluvial meliputi lahan yang sering mengalami banjir, sehingga dapat
dianggap masih muda. Sifat tanah ini dipengaruhi langsung oleh sumber bahan
asal sehingga kesuburannya pun ditentukan sifat bahan asalnya. Misalnya tanah
yang terdapat di Lembah Sungai Bengawan Solo yang berasal dari pegunungan karst
(Pegunungan Sewu), umumnya kurang subur karena kekurangan unsur fosfor dan
kalium. Sebaliknya, tanah di lembah Sungai Opak, Progo, dan Glagah yang berasal
dari Gunung Merapi umumnya lebih subur karena tergolong gunung muda sehingga
kaya akan unsur hara dan tersusun atas debu vulkanis yang produktif. Secara
umum, sifat jenis tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air, dan permeabel
sehingga cocok untuk semua jenis tanaman pertanian. Tersebar luas di sepanjang
lembah sungai-sungai besar di Indonesia.
5) Tanah litosol
Tanah litosol dianggap
sebagai lapisan tanah yang masih muda, sehingga bahan induknya dangkal (kurang
dari 45 cm) dan seringkali tampak di permukaan tanah sebagai batuan padat yang
padu. Jenis tanah ini belum lama mengalami pelapukan dan sama sekali belum
mengalami perkembangan. Jika akan dimanfaatkan untuk lahan pertanian, maka
jenis tanah ini harus dipercepat perkembangannya, antara lain, dengan
penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat pelapukan dan pembentukan
topsoil. Jenis tanah ini tersebar luas di seluruh Kepulauan Indonesia, meliputi
Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, dan Maluku Selatan. Adapun di
Sumatra, jenis tanah ini terdapat di wilayah yang tersusun dari batuan kuarsit,
konglomerat, granit, dan batu lapis.
6) Tanah grumusol
Tanah grumusol pada umumnya
mempunyai tekstur liat, berwarna kelabu hingga hitam, pH netral hingga alkalis,
dan mudah pecah saat musim kemarau. Di Indonesia, jenis tanah ini terbentuk
pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 m di atas permukaan laut
dengan topografi agak bergelombang hingga berbukit, temperatur rata-rata 25oC,
curah hujan <2.500 mm, dengan pergantian musim hujan dan kemarau yang nyata.
Persebarannya meliputi Sumatra Barat, Jawa Barat (daerah Cianjur), Jawa Tengah
(Demak, Grobogan), Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Madiun, dan Bangil),
serta di Nusa Tenggara Timur. Pemanfaatan jenis tanah ini pada umumnya untuk
jenis vegetasi rumputrumputan atau tanaman keras semusim (misalnya pohon jati).
7) Tanah andosol
Tanah andosol terbentuk dari endapan abu vulkanik yang telah mengalami pelapukan sehingga menghasilkan tanah yang subur. Jenis tanah ini berwarna cokelat kehitaman, tersebar di pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif, seperti di Sumatra bagian Barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara. Tanah jenis ini banyak ditemukan di dataran tinggi bersuhu sedang hingga dingin. Oleh karena itu, jenis tanah ini banyak dikembangkan untuk tanaman perkebunan dan hortikultura.
Tanah andosol terbentuk dari endapan abu vulkanik yang telah mengalami pelapukan sehingga menghasilkan tanah yang subur. Jenis tanah ini berwarna cokelat kehitaman, tersebar di pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif, seperti di Sumatra bagian Barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara. Tanah jenis ini banyak ditemukan di dataran tinggi bersuhu sedang hingga dingin. Oleh karena itu, jenis tanah ini banyak dikembangkan untuk tanaman perkebunan dan hortikultura.
8) Tanah podzolik merah-kuning
Tanah podzolik merah-kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di Indonesia. Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan curah hujan antara 2.500 - 3.000 mm/tahun. Sifatnya mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesu-burannya berkurang. Dengan pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan. Tersebar di dataran-dataran tinggi Sumatra, Sulawesi, Papua, Kalimantan, Jawa Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara.
Tanah podzolik merah-kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di Indonesia. Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan curah hujan antara 2.500 - 3.000 mm/tahun. Sifatnya mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesu-burannya berkurang. Dengan pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan. Tersebar di dataran-dataran tinggi Sumatra, Sulawesi, Papua, Kalimantan, Jawa Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara.
9) Tanah rendzina
Tanah rendzina tersebar tidak begitu luas di beberapa pulau Indonesia. Berdasarkan luasannya, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki jenis tanah ini adalah Maluku, Papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Pegunungan Kapur di Jawa. Rendzina merupakan tanah padang rumput yang tipis berwarna gelap, terbentuk dari kapur lunak, batu-batuan mergel, dan gips. Pada umumnya memiliki kandungan Ca dan Mg yang tinggi dengan pH antara 7,5 - 8,5 dan peka terhadap erosi. Jenis tanah ini kurang bagus untuk lahan pertanian, sehingga dibudidaya-kan untuk tanaman-tanaman keras semusim dan palawija.
Tanah rendzina tersebar tidak begitu luas di beberapa pulau Indonesia. Berdasarkan luasannya, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki jenis tanah ini adalah Maluku, Papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Pegunungan Kapur di Jawa. Rendzina merupakan tanah padang rumput yang tipis berwarna gelap, terbentuk dari kapur lunak, batu-batuan mergel, dan gips. Pada umumnya memiliki kandungan Ca dan Mg yang tinggi dengan pH antara 7,5 - 8,5 dan peka terhadap erosi. Jenis tanah ini kurang bagus untuk lahan pertanian, sehingga dibudidaya-kan untuk tanaman-tanaman keras semusim dan palawija.