Berdirinya
partai-partai dalam pergerakan nasional banyak berawal dari studie club. Salah
satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI). Partai Nasional Indonesia (PNI)
yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927 tidak terlepas dari keberadaan
Algemeene Studie Club. Lahirnya PNI juga dilatarbelakangi oleh situasi sosio
politik yang kompleks. Pemberontakan PKI pada tahun 1926 membangkitkan semangat
untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda.
Rapat pendirian partai ini dihadiri Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo,
Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo.
Pada awal
berdirinya, PNI berkembang sangat pesat karena didorong oleh faktor-faktor
berikut.
- Pergerakan yang ada lemah sehingga kurang bisa menggerakkan massa.
- PKI sebagai partai massa telah dilarang.
- Propagandanya menarik dan mempunyai orator ulung yang bernama Ir. Soekarno (Bung Karno).
Untuk
mengobarkan semangat perjuangan nasional, Bung Karno mengeluarkan Trilogi
sebagai pegangan perjuangan PNI. Trilogi tersebut mencakup kesadaran nasional,
kemauan nasional, dan perbuatan nasional.
Tujuan PNI adalah mencapai Indonesia
merdeka. Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI menggunakan tiga asas yaitu self
help (berjuang dengan usaha sendiri) dan nonmendiancy, sikapnya
terhadap
pemerintah juga antipati dan nonkooperasi. Dasar perjuangannya adalah
marhaenisme. Kongres
Partai Nasional Indonesia yang pertama diadakan di
Surabaya, tanggal 27 – 30 Mei 1928. Kongres ini menetapkan beberapa hal
berikut.
1. Susunan program yang
meliputi:
- bidang politik untuk mencapai Indonesia merdeka,
- bidang ekonomi dan sosial untuk memajukan pelajaran nasional.
2. Menetapkan garis perjuangan yang dianut adalah nonkooperasi.
3. Menetapkan garis politik memperbaiki keadaan politik, ekonomi dan sosial
dengan kekuatan sendiri, antara lain dengan mendirikan sekolah-sekolah,
poliklinik-poliklinik, bank nasional, perkumpulan koperasi, dan sebagainya.
Peranan PNI dalam
pergerakan nasional Indonesia sangat besar. Menyadari perlunya pernyataan
segala potensi rakyat, PNI memelopori berdirinya Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). PPPKI diikuti
oleh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia), Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen
Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club, dan Algemeene Studie Club. Berikut
ini ada dua jenis tindakan yang dilaksanakan untuk memperkokoh diri dan
berpengaruh di masyarakat.
- Ke dalam, mengadakan usaha-usaha dari dan untuk lingkungan sendiri seperti mengadakan kursus-kursus, mendirikan sekolah, bank dan sebagainya.
- Keluar, dengan memperkuat opini publik terhadap tujuan PNI antara lain melalui rapat-rapat umum dan penerbitan surat kabar Banteng Priangan di Bandung, dan Persatuan Indonesia di Jakarta.
Kegiatan PNI ini cepat menarik massa dan hal ini sangat mencemaskan
pemerintah kolonial Belanda. Pengawasan terhadap kegiatan politik dilakukan
semakin ketat bahkan dengan tindakantindakan penggeledahan dan penangkapan.
Dengan berkembangnya desas desus bahwa PNI akan mengadakan pemberontakan, maka
empat tokoh PNI yaitu Ir. Soekarno, R. Gatot Mangkuprojo, Markun Sumodiredjo,
dan Supriadinata ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh pengadilan Bandung. Dalam
proses peradilan itu, Ir. Soekarno dengan kepiawaiannya melakukan pembelaan
yang diberi judul “Indonesia Menggugat”.
Penangkapan terhadap para tokoh
pemimpin PNI merupakan pukulan berat dan menggoyahkan keberlangsungan partai.
Dalam suatu kongres luar biasa yang diadakan di Jakarta pada tanggal 25 April
1931, diambil keputusan untuk membubarkan PNI. Pembubaran ini menimbulkan pro
dan kontra. Mr. Sartono kemudian mendirikan Partindo. Mereka yang tidak setuju
dengan pembubaran masuk dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang
didirikan oleh Drs. Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. Baik Partindo maupun PNI
Baru, masih memakai asas PNI yang lama yaitu self help dan nonkooperasi.
Namun
di antara keduanya terdapat perbedaan dalam hal strategi perjuangan. PNI Baru
lebih mengutaman pendidikan politik dan sosial, sedangkan Partindo mengutamakan
aksi massa sebagai senjata yang tepat untuk mencapai kemerdekaan.