9 in 1. With our knowledge, we break the horizon!

Facebook
RSS

HTC Titan HP WP 7.5 Mango

Spesifikasi :
  • OS Windows Phone 7.5 (Mango)
  • Layar 4.7 inci resolusi WVGA (480x800px)
  • Prosesor 1.5 Ghz 
  • Kamera  8mp auto focus dengan dual LED Flash lensa wide-angle 28mm dengan f/2/2 aperture dan backlit sensor yang bisa mengambil gambar low light. 
  • Kamera depan/front camera 1.3 m
  • Video HD 720p.
  • Iinternal storage 16 GB 
  • Ukuran 131.5mm x 70.7mm x 9.9mm (5.17in x 2.78in x 0.39in)
  • Berat 160 g. 
  • Batere 1,600 mAh yang bida bertahan sampai 11.8 jam talk time dan 19 hari standby. 
  • Jaringan 850/900/1800/1900MHz GSM/EDGE serta HSPA pada band 850/900/2100MHz.

Thanks to : Berita Teknologi
[ Read More ]

Bocoran Samsung Galaxy S III

Samsung Galaxy S III muncul sekitar tahun 2012, jika kita percaya apa yang foto di bawah yang ditawarkan. Gambar tersebut tidak hanya memberitahu kita kapan, tapi juga spesifikasi yang bisa kita harapkan dari hp unggulan Samsung yang belum diumumkan.

Kemungkinan Samsung Galaxy S III akan menggunakan : 
  • Prosesor Exynos 4212 1,8 GHz dual core 
  • Memori  2GB RAM
  • Layar 4,6 inci jenis Super AMOLED yang mampu menampilkan tampilan HD yang akan memberikan resolusi HD.
  • Tanpa teknologi PenTile 
  • Diduga akan memiliki kamera 12MP memanfaatkan W750 sensor BSI CMOS untuk kontrol gambar.
  • Mendukung jaringan  LTE dan mendukung NFC (yang akan dapat bekerja dengan Google Wallet) serta layar datar, lebih sesuai dengan keluarga Galaxy S dan mirip dengan Google Nexus Prime mendatang.
  • Empat tombol khas Android, 
  • Berjalan di atas versi Google Ice Cream Sandwich (Android 4.0).
 Thanks to : BeritaTeknologi
[ Read More ]

Konferensi Meja Bundar (KMB)

 
Suasana sidang Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.
 
1. Latar belakang
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi Meja Bundar.
 
2. Hasil konferensi
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
  1. Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun, 
  2. Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarki Belanda sebagai kepala negara,
  3. Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat,
  4. Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
  5. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland,
  6. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949, dan
  7. Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.
3. Dampak KMB
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.

[ Read More ]

Konferensi Inter Indonesia

Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-Indonesia pada bulan Juli 1949.
 
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran penting dalam pembentukan BFO.
BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook mendirikan negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946. Beberapa negara federal yang tergabung dalam BFO masih menyisakan jejak-jejak van Mook.
Tetapi tidak berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van Mook atau Belanda. Bahkan dalam beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan sudut pandang. BFO yang lahir di Bandung bergerak dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berbentuk negara federal. BFO ingin agar badan federasi inilah yang kelak juga menaungi RI di bawah payung Republik Indonesia Serikat.
Ini berbeda titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap BFO bisa menjadi pintu masuk untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya Republik Indonesia. Kegagalan mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi salah satu penyebab mundurnya van Mook sebagai orang yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda guna mengusahakan kembalinya tatanan kolonial. Alasan itu menjadi penyebab Wakil Tinggi Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga mengundurkan diri dari jabatannya.
BFO ikut pula memainkan peran penting dalam membebaskan para petinggi RI yang ditangkap Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO mengambil sikap yang tak diduga oleh Belanda tersebut menyusul Agresi Militer II yang diangap melecehkan kedaulatan sebuah bangsa di tanah airnya. Agresi Militer II tak cuma melahirkan simpati dunia internasional, melainkan juga simpati negara-negara federal yang sebelumnya memisahkan dari RI.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan membentuk RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal menjelang digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan semata karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI menganggap BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi Inter-Indonesia adalah:
  1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
  2. RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Presiden, 
  3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari kerajaan Belanda, 
  4. Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan 
  5. Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri. Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan Belanda di KMB.

[ Read More ]

    Category List

    Follow it!

    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

    Histats Counter

    Stats it!